Pembajakan merupakan hal yang sangat lumrah di Indonesia, pencegahan pelanggaran hak cipta sudah sepantasnya dilakukan oleh pemerintah, namun apakah masyarakat Indonesia sudah mulai berubah? Berdasarkan data survey yang dikeluarkan oleh Business Software Alliance tingkat penggunaan software yang tidak berlisensi pada tahun 2011 mencapai 86% dan terjadi penurunan 3% di tahun 2017 dengan angka 83% yang terlihat kecil, namun cukup baik mengingat lemahnya penegakan hukum terhadap hak cipta hingga saat ini.
Ada beberapa parameter yang digunakan untuk menunjukkan tingkat kesadaran masyarakat terhadap klaim. Salah satunya bisa dilihat munculnya kasus keributan yang muncul karena pelanggaran hak cipta seperti penyiaran film “No Game No Life”. Pada Oktober 2017 secara langsung di Instagram yang membuat para pengguna Internet tidak senang atas yang dilakukan pelanggar tersebut. Selain itu, semakin mudahnya akses dan pembayaran untuk tidak menggunakan bajakan bisa ditunjukkan banyaknya pengguna layanan streaming film iflix yang dari perusahaan tersebut mengklaim sebanyak 15 juta pelanggan dari Indonesia telah berlangganan layanan streaming iflix. Dan yang muncul akhir-akhir ini adalah kemarahan pengguna internet terhadap pelanggaran hak cipta atas penggunaan font secara komersil yang dilakukan oleh Falcon Pictures untuk film “Asal Kau Bahagia” yang ternyata menggunakan lisensi personal yang gratis,yang diakhiri kesepakatan antara Falcon Pictures dan Pemilik Font.
Semakin mudahnya akses untuk tidak menggunakan bajakan, berbagai tipe pembayaran yang disediakan yang dapat semakin mudah diakses masyarakat, penurunan penggunaan perangkat lunak bajakan, serta reaksi masyarakat terhadap pelanggar terhadap pelanggar hak cipta menunjukan sulitnya akses baik internet, dan pembayaran pada tahun-tahun sebelumnya membuat tingginya pelanggaran hak cipta dan pembajakan oleh masyarakat.