Pemerintah Irak telah memutuskan untuk melarang game battle royale paling populer saat ini, PUBG dan Fortnite. Hal ini disebabkan ketakutan atas dampak negatif yang bisa menimpa pemuda Irak. Mereka mengungkapkan alasan pelarangan ini karena berdampak pada kesehatan, kultur, dan keamanan masyarakat Irak, termasuk ancaman sosial dan moral kepada anak-anak dan para pemuda.
Moqtada al-Sadr. Seorang ulama Syiah dan mantan kepala milisi Tentara Mahdi yang memerangi pemerintah dan pasukan pendudukan pimpinan Amerika Serikat dari 2004-2008. Ia memperingatkan akan candu PUBG dan meminta pemerintah melakukan pelarangan pada minggu lalu. “Apa yang akan kau dapatkan jika membunuh satu atau dua orang di PUBG? Ini bukanlah permainan unjuk kehebatan atau game militer yang memberikanmu cara yang benar dalam bertempur,” tulis al-Sadr dalam pernyataannya yang rilis minggu lalu.
Reaksi atas pelarangan tersebut cukup negatif, berdasarkan laporan yang ada, mereka marah bukan karena tak dapat memainkan Fortnite. Mungkin saja, tapi topik utamanya karena Irak sepertinya membuat pelarangan itu sebagai prioritas merupakan hal yang salah. Sedangkan saat ini memiliki masalah dengan kekerasan sektarian, infrastruktur yang tidak memadai, dan ketidakstabilan politik, parlemen negara ini hanya berhasil melewati satu bagian undang-undang sejak duduk di September 2018, undang-undang anggaran federal 2019 yang disahkan pada Januari.
Pelarangan di Iran diikuti dengan pelarangan PUBG di Nepal, walaupun Fortnite masih dapat dimainkan di sana. Polisi India di kota Ahmedabad juga memberlakukan pelarangan pada PUBG Mobile, meskipun sebelumnya sudah dibatalkan.