2. Doom
Gaming apocalypses usually rely on dirty wastelands and worlds destroyed my mankind’s inhumanity to man. Doom is different. Hell has done the work for us—even if technically, it’s still humanity’s fault—and they’ve done a smashing job. By the time we get to Doom II, almost every human on the planet is dead. At one point, Doomguy is the only human left alive on Mother Earth, which would be horrid if it wasn’t for the option to shoot rockets into demonic brains. Doom even gives you a bonus apocalypse: the retaliatory attack on Hell results in the death of thousands of demons, assuming the non-robot bits are technically alive to begin with.
Game apocalypses (pasca kiamat) biasanya mengambil plot dimana dunia kita dan tanah subur kita dihancurkan oleh orang – orang yang kehilangan sisi manusianya. Berbeda dengan Doom. Para demon mungkin telah bosan di neraka—atau mungkin secara teknis, datangnya para demon dari neraka itu disebabkan oleh kesalahan manusia. Pada seri Doom yang kedua, hampir setiap umat manusia mati di muka bumi. Di satu titik, seorang tentara antariksa (para fans doom memanggilnya Doomguy) yang satu – satunya selamat / tersisa di muka bumi, karena menembakkan sebuah roket ke otak sang demon. Doom bahkan memberimu bonus (kamu/Doomguy) kiamat bagi penghuni Neraka yang di dalangi oleh kamu dan mengakibatkan ribuan demon kehilangan nyawa.
Tingkat kehancuran: Miliaran mati. Pesawat angkasa mengangkut sisa sisa manusia yang masih selamat (ada di Doom II), so kita selamat sebagai spesies, tapi diasumsikan kita hampir mati dibuatnya.
Kemungkinan yang terjadi: Jika kamu mencintai semua segala bentuk dendam, kamu akan selamat. Jika tidak, pilihanmu hanya kematian, mati dan masuk neraka, atau tak punya apa – apa dan terasing di angkasa.